Think


Definition of human being: A creature that cuts trees, makes paper, and write "SAVE TREES" on the same paper.

There are reasons to believe in a better world

For every tank built...
131.000 stuffed animals are made.

For every stock market crash...
There are 10 versions of "What a Wonderful World".

For every corrupt person...
8.000 people are donating blood.

For every wall that is put up...
200.000 "Welcome" mats are put down.

While one scientist is creating a new weapon...
1 million moms are baking chocolate cakes.

Worldwide, more Monopoly money is printed than dollars.

There are more funny videos on the internet...
Than bad news in the world.

LOVE has more result than FEAR.

For every person that says things are going to get worse...
100 couples are trying to have a baby.


For every weapon sold in the world...
"............................................"



Belum Ada Judul

"Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat. Karena aku ingin seiring, dan bukan digiring." [Dee]

Ini sebenarnya bukan apa-apa. hanya sebuah catatan kecil yang tidak dilatar belakangi atas ego pribadi, melainkan sebuah ungkapan nurani yang terbatasi. dan semua ini saya tulis atas kemuakan yang saya alami. Semua bersinergi antara hati dan jemari.

Baiklah, saya mulai mencoba menulis satu persatu.. Bismillah.
Sebenarnya saya pribadi tidak ingin ada sebuah tulisan yang tidak penting ini menghiasi blog ini. Tapiiii.....

"Tuhan selalu bersama orang-orang yang berani." (Roni, Guru kesenian SMA di Malang, mantan tim rescue Mapala UM)

Salah satu teman terdekat saya berkata, jalan-jalan itu rekreasi. Teman dekat lain berkata bukan, melainkan untuk melarikan diri. Ada pula yang berdalih menghabiskan energi dan menghamburkan uang. Lain lagi dengan Kakanda Suhu, jalan-jalan itu sarana membuktikan ketegaran. Untuk membuktikan kekuatan dengan menyusuri alam dan berinteraksi dengan sejenisnya.
Bagi saya, jalan-jalan itu gabungan dari semuanya. Bagi saya, jalan-jalan itu bagai menemui kekasih satu jiwa, yang bisa diajak berbicara dari hati ke hati. Ketika seluruh benda asing yang mengkontaminasi pikiran musnah. Tidak ada yang lain, hanya satu tujuan MENCARI KETENANGAN MENUJU KEDAMAIAN. Melangkah dan melangkah lagi, karena saya pasti menuju kesana. Saat hati, pikiran, dan jiwa murni ialah diri sendiri tanpa ada siapapun. Ketika di titik itu, saya bisa bercermin dan melihat pantulannya dengan jelas. Membaca siapa dan apa yang ada pada diri saya sesungguhnya.

Singkat cerita, saya pergi beranjak dari tempat tidur dengan beberapa virus yang berkembang biak di kepala. Yang mengganggu keseimbangan hormon juga emosi dalam beraktifitas rutin. Maka detik itu juga, saya memutuskan pergi. Dengan mengatasnamakan kepercayaan pada orang sekitar, teman yang saya kenal sepintas, saya bertaruh melakukan perjalanan.. Dan bertekad menyusuri tiap lekuk tubuh Ibu Pertiwi.

Pertama bercerita mengenai kegelian saya sendiri dalam menghadapi suatu masalah. Katakanlah, saya muak bersikap defensif terhadap suatu inti cerita dalam satu tahun terakhir. Saya muak berdamai, bersikap berjiwabesar, dewasa, tegar, bijak dan ntah apa-apa yang bertitle rongsokan. Itu bullshit. Saya muak, berkata silakan. Muak mendengar pembicaraan mereka di depan saya. Muak mendengar sedikit-sedikit dia menghubunginya. Saat bercengkrama dengan penduduk sekitar, saat menunggu pergerakan yang lambat, saat manja pada kondisi yang salah, saat-saat kamu harus bisa mengalahkan diri sendiri, keluar dari zona nyaman dan meyakini kamu mampu tanpa harus menghubungi orang itu didepan saya. Oh please, mengerti? sialan!? Intinya, saya mendapati wangsit bahwa kalian boleh saja menjadi manusia pengejar prestise atau muda-mudi yang terpanggang gelombang asmara.. tapi jangan di depan saya. Jangan berani-berani di depan saya. Karena meminta maaf itu dari bawah, sembari merayap, sembari berdarah-darah. No merajuk. No manja-manjaan. No mengeluh. Titik.

Kedua, mengenai dominansi. Tentang visi dan misi bersama.. pendamping hidup. Maka kepada kamu-kamu sekalian yang usil dan dahulu selalu saya jawab hanya dengan titik tiga atau cengiran misterius, saya katakan.. Saya tahu apa yang saya cari. Demi Neptunus, saya tahu persis. No one's perfect, yes? Tapi, akan selalu ada disana. Seseorang yang digariskan oleh Tuhan untuk menjadi jodoh saya yang belum dipertemukan, literally.

Ketiga, mengenai pekerjaan. Mengenai rencana ke depan yang terarah menuju aman dan pasti. Haruskah memasuki Badan Umum Milik Negara dengan uang pensiun lumayan. Atau rencana studi ke tanah kelahiran Hitler dengan modal beasiswa. Atau angan menjadi Menteri demi memajukan negara. Yessss, itu juga bullshit. Saya benci rutinitas, saya benci dikendalikan, saya benci belajar. Sungguhpun saya benci bekerja dibawah tekanan. Seriously. Maka, saya bertekad untuk membatasi semua ini hingga 3-5 tahun ke depan. Setelah saya mampu menginvestasikan jaminan masa depan keluarga saya pada sesuatu yang konkret, yang bisa maju dan berkembang tanpa harus ada saya. Lalu kemudian saya akan pamit kepada Ibu, untuk pergi mengelilingi dunia. Membangun keluarga kecil Wild Thornberry milik sendiri. Meliput, menulis, mengabadikan momen langka. Berkarya dengan hidup nomaden. Hidup berkelana. Hingga menemukan satu tempat untuk mencari ketenangan menetap dalam kedamaian. Like a fairytale, tapi mungkin bagi yang percaya.

Pada intinya, saya berhasil beristirahat! Menemukan kebebasan dan meludahi semua kemuakkan yang saya alami. Berteman aliran bintang-bintang dan fullmoon sepanjang perjalanan. Meski malam belum cukup untuk menikmati keindahan negeri ini. Tapi, saya berterimakasih, karena Allah telah mengizinkan saya menikmati indah tubuhmu.. Ibu Pertiwi. Terimakasih..

"Bapak, nanti aku sumbangin satu ginjal buat Bapak.
Tapi aku mau mengenal lebih dekat Ibu Pertiwi dulu ya pak!" |
"Ah, Bapak juga kalau masih punya kesempatan mau. Kamu beruntung Nak. Diberikan banyak kesempatan untuk hal-hal yang gak bisa Bapak alami dulu."
Iya, Ibu Pertiwi itu bagus sekali Pak.
Bukankah Bapak yang menyuruh aku untuk terus melangkah menuju puncak tanpa mengenal lelah?
Meski air minum tak pegang, jaket hanya sehelai, dan angin beku terus menusuk telinga?
Bapak.. Bersama bulan yang dahsyat. Menemani agar tak pernah menyerah. Aku mencumbumu Ibu Pertiwi.


Aku

Kalau sampai waktu ku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli 
Aku mau hidup seribu tahun lagi.

By : Chairil Anwar, 1946



Diam


"...Saya Lebih Baik Diam"



Jika saya bercerita sekarang, Maka itu hanya akan membuat sebagian orang memaklumi saya,Dan sebagian lagi akan tetap menyalahkan saya,Tetapi itu juga akan membuat mereka memaklumi dunia yang seharusnya tidak dimaklumi,Dan tidak ada yang dapat menjamin apakah semua dapat memetik hal yang baik dari kemakluman itu,Atau hanya akan mengikuti keburukannya,Maka lebih baik saya diam.



Jika saya bersuara sekarang, 
Maka itu akan membuat, 
Saya terlihat sedikit lebih baik, 
Dan beberapa lainnya terlihat lebih buruk sebenarnya, 
Maka saya lebih baik diam. 


Jika saya berkata sekarang, 
Maka akan hanya ada caci maki, 
Dari lidah ini, 
Dan teriakan kasar tentang kemuakan, 
Serta cemoohan hina pada keadilan, 
Maka saya lebih baik diam. 


Saya hanya akan berkata pada Tuhan, 
bersuara pada yang berhak, 
Berkata pada diri sendiri, 
Lalu diam kepada yang lainnya.


Lalu biarkan seleksi Tuhan, 
Bekerja pada hati setiap orang.

( NAZRIL IRHAM )

Jogja (lagi) Tanpa Rencana - Empat

Setelah menikmati Kota Jogja, Prambanan, Borobudur. Sayapun dan teman-teman memutuskan mengunjungi pantai. Setelah sepakat, kami memutuskan untuk ke Pantai Indrayanti. Indrayanti? Jujur, sayapun juga baru tau mengenai pantai tersebut dari salah seorang teman yang pernah berkunjung kesana.
Pasir putih dan berkarang merupakan ciri khas pantai tersebut.

Terletak di sebelah timur Pantai Sundak, pantai yang dibatasi bukit karang ini merupakan salah satu pantai yang menyajikan pemandangan berbeda dibandingkan pantai-pantai lain yang ada di Gunungkidul. Tidak hanya berhiaskan pasir putih, bukit karang, dan air biru jernih yang seolah memanggil-manggil wisatawan untuk menceburkan diri ke dalamnya, Pantai Indrayanti juga dilengkapi restoran dan cafe serta deretan penginapan yang akan memanjakan wisatawan. Beragam menu mulai dari hidangan laut hingga nasi goreng bisa di pesan di restoran yang menghadap ke pantai ini. Tapi sayang, pas kami sampai di Pantai Indrayanti, pasang sedang surut. Alhasil kami sedikit kecewa, dan tak bisa menikmati pantai yang bersih tersebut. Untungnya makanan dengan menu laut yang segar bisa mengobati rasa kecewa kami. Dan.... Kenyaaaaang..!!!









Setelah sore menyapa kami dan matahari-pun kembali ke peraduannya, saya dan teman-teman memutuskan untuk balik ke penginapan. Lega, puas, walaupun rasa capek tak terelakkan. Sungguh bahagia sekali rasanya saya bisa mengenal lebih dekat negeri ini. Yap, saya bangga menjadi bagiannya!!!

Jogja (lagi) Tanpa Rencana - Tiga

Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan menuju Magelang. Yap, apalagi kalo bukan menuju salah satu ikon negara kita, Candi Borobudur. Perjalanan dimulai dari Malioboro menuju Terminal Jombor, sesampai di Terminal Jombor kami menaiki bus lagi menuju Borobudur....
Naik bus yang tidak terlalu besar yang penuh, mau tidak mau yaa berdiri. Perjalanan terasa sangat mengasyikan, apalagi dihiasicanta tawa bersama teman-teman sependeritaan. Ditambah selama perjalanan, saya menyaksikan lukisan Tuhan yang menakjubkan! 

Siapa tak kenal Candi Borobudur? Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Jutaan orang mendamba untuk mengunjungi bangunan yang termasuk dalam World Wonder Heritages ini. Tak mengherankan, sebab secara arsitektural maupun fungsinya sebagai tempat ibadah, Borobudur memang memikat hati. Penjelasan lengkapnya  http://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur 

Cuma ada satu kata.. Menakjubkan!!! Panas terik bukan halangan untuk mengitari luasnya bangunan candi. Tak lupa saya dan teman-teman mengabadikan diri dengan berfoto bersama.











Setelah puas berjalan-jalan, lapar, dan capek. Saya dan teman-teman memutuskan untuk kembali ke penginapan. Perjalanan belum berakhir sampai disini, keesokan harinya saya dan teman-teman ingin ke pantai.. Hah? emang Jogja punya pantai bagus? Siapa bilang tidak? Iya, saya dan teman-teman ingin ke pantai Indrayanti... Lanjuuuuut....!

Jogja (lagi) Tanpa Rencana - Dua

Usai makan siang, kamipun segera melanjutkan perjalanan. Kemana? *lagi-lagi bingung. Setelah bertanya pada penduduk setempat, kami disarankan menuju Candi Ratoboko yang terletak tak jauh dari situs Candi Prambanan. Oke, lanjuuuut... Dengan menumpangi andong, kami berlima menuju Candi Ratuboko. Dengan jarak kurang lebih 3 km dan menaiki sekitar 150 anak tangga, dan berjalan lagi sekitar 400 meter. Sampailah kami di Candi Ratuboko. Waaaaaah... Jujur, saya juga baru tau mengenai situs Candi Ratuboko, kompleks candi yang luaaaaaas.. Megah! Hanya itu yang bisa saya ucapkan. Tak terbayangkan betapa megahnya bangunan ini yang dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan Wangsa Syailendra. Istana yang awalnya bernama Abhayagiri Vihara (berarti biara di bukit yang penuh kedamaian) ini didirikan untuk tempat menyepi dan memfokuskan diri pada kehidupan spiritual. Takjub!

Kalau pengen tau lebih lengkap sejarahnya lihat disini aja, http://id.wikipedia.org/wiki/Situs_Ratu_Baka








Setelah puas mengelilingi candi, kami kembali menuju Yogyakarta, tapi sayang sekali... Tidak ada angkot atau andong karena pulang kesorean. Alhasil, kami berjalan menuju shuttle Trans Jogja yang jaraknya lumaya dekat, sekitar 3 kilometer. HUFH!!!! Senang, gembira, lelah, lapar, capek, puas, semua bercampur menjadi satu, hanya itu yang kami rasakan. Tapi, semua itu lenyap dihapus canda tawa bersama kerabat seperjalanan... Lanjut? Okeeee... Borobudur, I'm comiiiiiing! Udah ah, capek! hahahaha :D

Jogja (lagi) Tanpa Rencana - Satu

Berawal dari percakapan ringan disebuah warung makan sekitaran stasiun St. Hall Bandung, iseng bercerita tentang perjalanan. Dan entah setan apa yang merasuki teman saya, tanpa pikir panjang dia mengajak saya ke Jogja. Lagi-lagi tanpa rencana, tanpa basa-basi.. Setelah makan, packing, dan menuju stasiun lagi untuk mengantri tiket. Berangkat pukul 09.00 malam, dan sampai di Jogja esok paginya. Singkat dan seperti mimpi.
Sesampai di Jogja saya menginap Jln. Rejowinangun, tak jauh dari Kota Gede. Jadi mau kemanaaaaaa? Bingung. Kemana yaaaa? Lagi-lagi, entah apa yang ada dalam benak teman saya dengan polosnya dia berkata "Bawa saya keliling Jogja!" Hahahaha. Baiklah, setelah berunding, kita memutuskan mengunjungi pantai dan candi. Yap, Prambanan, Borobudur, dan yang terakhir pantai Indrayanti.

Perjalanan dimulai dengan mengunjungi Candi Prambanan atau Candi Roro Jonggrang, Candi ini terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur Yogyakarta, 40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.





Kalo pengen tau sejarahnya lihat disini aja.. http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Prambanan
Dan kakipun mulai berat untuk melangkah, terik matahari sama kejamnya dengan bunyi perut yang belum makan.. Setelah istirahat dan makan? Lanjuuuuuut.... Candi Ratuboko... I'm comiiiiiiing...!

Dari Jombang Menuju Lombok (part II)

Setelah capek berkeliling Lombok, saya diajak menuju Gili Trawangan.. Uuuuh, padahal kan lagi puasa! Tapi apa boleh buat, mumpung ada kesempatan. Berangkat dengan motor menuju Pelabuhan Bangsal yang terletak di Kecamatan Pemenang, Lombok Utara. Sampai disana sekitar pukul 12.00 WITA. Matahari terik cukup menggoda iman untuk membatalkan puasa. Tahaaaan..! Yap, sayapun membeli tiket menyeberang menuju Gili Trawangan (per-tiket seharga Rp. 10.000,-) Berangkat menggunakan kapal yang tidak terlalu besar, kira-kira dapat memuat 40 orang yang membutuhkan sekitar 45 menit perjalanan.



Setelah menikmati perjalanan menyeberang, akhirnya saya sampai di dermaga Gili Trawangan. Yeeeeaaah! Sesampai disana, saya langsung mencari penginapan. Syukurlah, dapat penginapan seharga Rp. 300.000,- per malam cukup muat untuk berempat. Lalu? ke Trawangan cuma buat duduk-duduk santai di penginapan? Tidaaaaak... *buka baju langsung nyebur kelaut dooooong!


Kelanjutannya? Skip! Daripada nulis apa yang saya lakukan, mending nampilin gambarnya aja kali yaaa? hehehe




Mungkin yang saya lihat tidak sebanding dengan yang saya rasakan. Perasaan saya jauh lebih senang, walaupun jauh dari keluarga, setidaknya ada keluarga baru yang menghibur. Gili Trawangan, sampai jumpaaaa... Saya akan kembali secepatnya! Jangan bosan menerima kehadiran saya disana yaaa!

Tips Backpacking

Mungkin ini sebuah catatan yang sudah lumrah, atau bisa juga disebut sebuah hal biasa untuk memulai sebuah perjalanan. Tapi, tak ada salahnya berbagi dan mengulang.. Ya kaaaan? hehehehe
Berikut ada beberapa tips untuk memulai backpacking, sekedar untuk mengingat dan semoga aja ada gunanya


1. Mencari info sebanyak-banyaknya tentang lokasi yang akan dituju. Info tersebut dapat dari orang yang sudah pernah kesana, media cetak, dan media elektronik. Di internet misalnya dapat melihat dan mengikuti forum, info tentang bis, info tentang kereta api.
2. Rencanakan rundown perjalanan dan buat rencana cadangan kalau seandainya rencana utama tidak berjalan mulus.
3. Lihat prakiraan cuaca di lokasi yang dituju pada hari selama melakukan backpacking.
4. Bawa tanda pengenal (KTP, SIM, Kartu Mahasiswa, dll. Akte kelahiran, KK ga perlu dibawa kali…) dan fotocopy-annya.
5. Bawa lebih banyak uang dengan nominal kecil, simpan sebagian di tempat yang mudah untuk dikeluarkan misalnya saku jaket dan tas selempang kecil.
6. Bawa peta. Kalau antara satu objek dengan objek yang lain lumayan dekat lebih enak kan jalan kaki. Bisa juga memprint screen lokasi-lokasi yang akan dituju dari google earth. Kalau dalam rangka touring, bawa atau install GPS di hp. Aplikasi peta di hp bisa memakai google maps dan garmin GPS. peta GPS Indonesia dapat didownload di http://www.navigasi.net/goptd.php
7. Kalau masih nyasar, tanya pada petugas resmi, misalnya petugas stasiun, petugas terminal, polisi, dsb.
8. Memberi kabar ketika sampai di lokasi yang dituju pada keluarga atau teman agar bila terjadi sesuatu yang tak terduga mudah dilacak keberadaannya.
9. Jangan terlalu banyak mengekspos diri di dunia maya (terlalu banyak update status di fb, ngetweet, atau check in di foursquare). Ingat daya tahan baterai hp yang terbatas. Atur kecerahan layar hp dan profil nada dering. Bila lokasi yang dituju sama sekali tidak ada sinyal/blank spot, matikan hp atau atur dalam flight mode.
10. Bawa baterai cadangan untuk hp dan kamera. Bila habis, charge di tempat yang terpecaya (tentu dengan menanyakan boleh apa ga), misal di operator stasiun, restoran/rumah makan
11. Atur barang-barang di tas yang dibawa. Untuk barang yang jarang dipakai taruh paling bawah sedangkan barang yang sering dipakai taruh di tempat yang mudah dijangkau. Kalau bisa membawa tas selempang kecil untuk tempat catatan, tiket, kamera, tisu, permen, dan uang receh.
12. Sesuaikan pakaian yang dipakai dengan budaya dan kondisi lokasi yang dituju. Bila ke pantai, pakai bawahan dari kain dan atasan dari katun. Bawa topi, payung, dan beberapa kantong plastik untuk antisipasi. Pakai pelembab dengan SPF 20 bila ke lokasi yang panas karena terik matahari secara langsung.
13. Kalau bisa datang ke lokasi saat ada event-event tertentu. Misalnya hari jadi kota, maulud nabi bila ke kota solo, hari ke-14 bulan Kasodo bila ke Bromo.
14. Jaga kesehatan selama backpacking dan nikmati perjalanannya.



Ujung Kulon dan Pulau Badul

Ini jalan-jalan kejutan. Tanpa rencana, saya diajak teman jalan-jalan ke Ujung Kulon. Tadinya sih, ga niat buat berangkat karena keuangan lagi menipis. Namun, atas kebaikan dan sumbangan teman-teman saya berangkat.Dengan menaiki minibus pabrikan Jepang, saya menuju ke arah barat Pulau Jawa.



Ya!, Taman Nasional Ujung Kulon, menurut informasi  Taman Nasional ini menjadi Taman Nasional pertama yang diresmikan di Indonesia, dan juga sudah diresmikan sebagai salah satu Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO pada tahun 1992, karena wilayahnya mencakupi hutan lindung yang sangat luas. Sampai saat ini kurang lebih 50 sampai dengan 60 badak hidup di habitat ini. 



Dari Bandung saya berangkat jam 9 malam, kira-kira memakan 8-9jam perjalanan untuk sampai di Ujung Kulon. Rute yang saya lalui adalah Bandung - Serang - Pandeglang - Labuan - Panimbang - Cibaliung - Sumur - Taman Jaya (Ujung Kulon). Setiba di Desa Cimanggu, mobil yang saya tumpangi-pun kehabisan bensin. Mana keadaan disana sunyi sepi lantaran listrik padam. Akhirnya saya dan teman-teman memutuskan untuk menunggu di pertamina terdekat sampai listrik hidup sembari beristirahat. Sekitar jam 7 pagi listrik-pun hidup dan saya kembali melanjutkan perjalanan. Selama dalam perjalanan, banyak hal yang tak terlupakan.








Setelah dapat penginapan dan beristirahat, saya dan teman-teman ingin ke Pulau Peucang dengan menyewa perahu nelayan setempat. Sayang cuaca tidak memungkinkan. Akhirnya kami hanya bisa ke pulau terdekat yaitu Pulau Badul, pulau yang hanya sebesar kurang lebih satu lapangan bola ini menawarkan pemandangan laut yang sangat luar biasa, mulai dari hamparan pasir putih yang dikelilingi oleh air laut yang sangat jernih berwarna hijau kebiruan sampai dengan pemandangan bawah laut nya (underwater) yang indah yang banyak dihuni oleh terumbu karang yang cantik dan berbagai jenis ikan-ikan laut yang unik. Dan lagi-lagi sial! karena tidak ada persiapan, peralatan snorkeling dan kamera underwater kami ketinggalan, yang terbawa hanya pelampung *menyedihkan! Beruntung kami bisa menyewa peralatan snorkeling di penginapan, itupun hanya dua. Alhasil, dua buah peralatan dipakai bersama.











Karena belum sempat ke Pulau Peucang, saya masih penasaraaaaaaaaan!!



Ada beberapa kewajiban dan larangan bagi wisatawan yang hendak berkunjung ke Taman Nasional Ujung Kulon. Sebelum berkunjung ke taman nasional ini, konfirmasikan dulu rencana kedatangan Anda ke Pusat Kunjungan Balai Taman Nasional Ujung Kulon di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 51 Labuan dengan nomor telepon (0253) 804681 atau 801731.
Selain sebagai laporan, langkah ini penting untuk memastikan masih adanya kamar di penginapan kawasan taman nasional agar pengunjung tidak kerepotan mencari tempat bermalam.
Konfirmasi ini juga berguna agar ada kesiapan dari pemandu yang akan mendampingi, baik dari petugas taman nasional maupun pemandu dan portir yang telah ditunjuk Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Sebelum melakukan perjalanan lebih lanjut, jangan lupa menanyakan detail apa saja yang harus dipersiapkan dan dibawa selama berkunjung ke taman nasional tersebut.
Ketika masuk ke kawasan TNUK, seperti halnya di tempat wisata lainnya, setiap pengunjung dipungut biaya tiket masuk sebesar Rp 2.500 per orang untuk warga Indonesia dan Rp 20.000 per orang untuk warga negara asing serta biaya asuransi Rp 3.000.
Selain itu, tiket masuk untuk kendaraan air besarannya bervariasi antara Rp 50.000 dan Rp 100.000 per kapal motor sesuai kekuatan mesin. Kedua pungutan ini merupakan bagian dari penerimaan negara bukan pajak.



Larangan


  • Mengingat Ujung Kulon berstatus sebagai taman nasional yang harus dijaga keaslian dan kelestariannya, pengunjung harus maklum dengan seabrek larangan yang harus dipatuhi. Hal itu, misalnya, larangan membawa senjata api, binatang peliharaan, benih tanaman, dan bahan kimia.
  • Saat berkunjung ke TNUK ditabukan untuk berburu, menangkap, menebang, memotong, membawa, serta memiliki binatang, tumbuhan, dan biota laut serta bagian-bagiannya, baik dalam keadaan hidup maupun mati yang didapat dari kawasan taman nasional tersebut.
  • Aksi vandalisme pada tumbuhan, batu, dan bangunan pun dilarang. Selain itu, pantang bagi pengunjung untuk membuang sampah yang dapat mencemari lingkungan dan menyalakan api yang bisa menimbulkan kebakaran hutan.
  • Para wisatawan yang berkunjung ke taman nasional jangan lupa mempersiapkan keperluan pribadi demi keselamatan, misalnya, obat-obatan ringan maupun obat pribadi serta losion antinyamuk. Jangan lupa membawa jaket, jas hujan, dan barang-barang personal lainnya.
  • Ketika masuk ke kawasan TNUK, pengunjung disarankan mengenakan baju atau kaus lengan panjang dan sepatu lars sebatas lutut untuk menghindari goresan duri rotan yang banyak tumbuh di hutan.
  • Untuk mencegah menempelnya lintah atau pacet di kaki, pengunjung disarankan juga mengenakan kaus kaki tebal. Ujung celana panjang dimasukkan ke dalam kaus kaki tersebut agar tidak memberi ruang terbuka masuknya lintah atau binatang kecil lainnya.




Dieng Plateau.. Yii Haaaa..!

Semula hanya angan-angan belaka bisa menginjak dataran tinggi nomor 2 di dunia, tapi berhubung saya punya kesempatan dan waktu, kenapa tidak? Setelah mencari info sana-sini, akhirnya dengan bermodal nekat sayapun backpacking menuju Dieng pada akhir November 2011 lalu. Dieeeeeeeng, I'm comiiiiiiiing...!
Setelah dapat info, ternyata ada dua akses mudah menuju Dataran Tinggi Dieng.

  • Dari Semarang: di Terminal antar kota Terboyo, Semarang - Purwokerto melalui Wonosobo. Jarak sekitar 120km dengan waktu tempuh kira-kira 3,5jam. Rutenya adalah: Semarang - Ungaran - Bawen - Ambarawa - Secang - Temanggung - Parakan - Kertek - Wonosobo
  • Dari Yogyakarta: di Terminal Umbulharjo, atau terminal Jombor, naik bus jurusan Magelang dan turun di terminal antar kota Magelang, baru ke Wonosobo. Total jarak kira-kira 120km dengan waktu tempuh 3,5jam. Jalurnya adalah, Yogyakarta - Sleman - Tempel - Muntilan - Magelang 
Berhubung saya start dari Bandung, saya memilih jalur via Yogyakarta, berikut penjabarannya:
-. Stasiun Kiara Condong (ekonomi), Bandung - Lempuyangan, Yogyakarta = Rp. 24.000,-
-. Malioboro - Terminal Umbulharjo = Rp. 3.000,-
-. Terminal Umbulharjo - Terminal Magelang = Rp. 8.000,-
-. Terminal Magelang - Terminal Wonosobo = Rp. 15.000,-
-. Terminal Wonosobo - Kota Wonosobo = Rp. 2.000,-
-. Kota Wonosobo - Dieng = Rp. 10.000,-

Dieng Plateau?? Oh my God!! Berawal dari perbincangan ringan, dan saya berpikir tidak akan berangkat dalam waktu dekat. Berhubung saya sedang menyelesaikan studi saya sebagai mekanik bikin motor kencang..hehehe. Entah setan apa yang merasuki teman saya, pada saat saya sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan diri untuk ujian akhir, tanpa hentinya dia membisikkan kalimat setan untuk jalan-jalan.

Setelah ujian selesai, waktunya saya untuk balas dendam. Dalam perjalanan bus dari Depok menuju Bandung, via telepon tanpa basa-basi saya mengajak dia untuk berangkat langsung besok paginya. Dan lagi-lagi tanpa rencana dan persiapan yang matang, buta peta, dan minim informasi, kami memberanikan diri untuk pergi. Apapun resikonya, ditanggung berdua *udah kayak orang laki-bini aja hahaha

Sesampai di Bandung, langsung packing lagi, pergi ke stasiun untuk mengantri tiket. Untungnya tiket kami dapatkan tanpa harus mengantri lama. Dengan kereta api ekonomi jurusan Bandung - Jogjakarta kami memulai perjalanan. Paginya sesampai di Jogja tanpa berlama-lama, kami berdua langsung menuju terminal Umbulharjo Jogja dengan angkutan umum. Sesampai di Terminal Umbulharjo, kami menyambung bus menuju Terminal Magelang... Dan perjalananpun masih jauh.

Yap, Magelang..... Setelah sampai di terminal Magelang, kami naik bis kecil menuju Kota Wonosobo.. dari Magelang menuju Wonosobo kira-kira butuh waktu 3 jam. Belum kelar sampai disitu, kami harus naik angkutan umum sejenis angdes dari Terminal Wonosobo menuju Kota Wonosobo.. Hufh! Capek yang luar biasa. Tapi apaboleh buat, semangat 45' dengan jiwa pantang menyerah harus kami tanamkan untuk mencapai tujuan yang diimpikan *halah. Setelah kami sampai di Kota Wonosobo.. sedikit lagi kami sampai di dataran tinggi nomor 2 tertinggi di dunia setelah Tibet tentunya.. DIENG!!!

Rasa syukur tak henti-hentinya... Akhirnya, kira-kira jam 5 sore kami sampai ditempat tujuan. Disambut oleh hujan, sayapun khawatir tidak bisa menikmati keindahannya karena faktor cuaca. Tapi saya yakin, Tuhan lebih mendengarkan do'a makhluknya ketika hujan turun. Tanpa berlama-lama, kami memutuskan untuk mencari penginapan. Syukurlah tak jauh dari tempat kami makan ada sebuah penginapan. Dengan tarif 50 ribu untuk dua orang per malamnya, saya rasa cukup untuk kualitas dan kenyamanan yang diberikan.

Karena kelelahan, sayapun tumbang tertidur pulas. Entah kenapa, kira-kira pukul 9 malam saya terbangun, dan sayapun membangunkan teman saya. Karena dingin, kamipun berniat ke warung untuk membeli kopi hangat sebagai teman menikmati malam. Perkiraan saya salah, Dieng bukan Bandung, sepi... Dari penginapan kamipun berjalan kaki sekitar 1 kilometer untuk membeli kopi, lucunya belinya gak di warung..tapi di warnet. Hahaha

Sambil menyelam minum air, sambil minum kopi bisa browsing. Ya, sayapun langsung mencari infrmasi objek wisata yang ada di kawasan Dieng dan sekitarnya. Dan ternyata, letaknya berjauhan... Alhasil kami disarankan untuk menyewa kendaraan oleh pemilik warnet. Untunglah, si pemilik warnet mau menyewakan kendaraannya untuk kami berdua.

Paginya, sekitar pukul 4 kami memulai perjalanan.. Dimulai dari perburuan kami mengejar si "Sunrise" menuju bukit Sikunir. Sepertinya kami kurang beruntung, sang mentari-pun malu menampakkan dirinya.. Alhasil kami hanya menikmati lukisan Tuhan yang luar biasa menakjubkan. Jika diceritakan satu-persatu, cukup panjang juga ya? Bagaimana kalau saya tampilkan gambarnya aja? Setidaknya untuk mengobati rasa kecewa pemirsa hahahahahaa









Masih banyak lukisan Tuhan yang tidak bisa saya tampilkan. Setidaknya kita yakin kalau Dieng diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum. Untuk lebih lengkapnya >>> http://id.wikipedia.org/wiki/Dieng