Ujung Kulon dan Pulau Badul

Ini jalan-jalan kejutan. Tanpa rencana, saya diajak teman jalan-jalan ke Ujung Kulon. Tadinya sih, ga niat buat berangkat karena keuangan lagi menipis. Namun, atas kebaikan dan sumbangan teman-teman saya berangkat.Dengan menaiki minibus pabrikan Jepang, saya menuju ke arah barat Pulau Jawa.



Ya!, Taman Nasional Ujung Kulon, menurut informasi  Taman Nasional ini menjadi Taman Nasional pertama yang diresmikan di Indonesia, dan juga sudah diresmikan sebagai salah satu Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO pada tahun 1992, karena wilayahnya mencakupi hutan lindung yang sangat luas. Sampai saat ini kurang lebih 50 sampai dengan 60 badak hidup di habitat ini. 



Dari Bandung saya berangkat jam 9 malam, kira-kira memakan 8-9jam perjalanan untuk sampai di Ujung Kulon. Rute yang saya lalui adalah Bandung - Serang - Pandeglang - Labuan - Panimbang - Cibaliung - Sumur - Taman Jaya (Ujung Kulon). Setiba di Desa Cimanggu, mobil yang saya tumpangi-pun kehabisan bensin. Mana keadaan disana sunyi sepi lantaran listrik padam. Akhirnya saya dan teman-teman memutuskan untuk menunggu di pertamina terdekat sampai listrik hidup sembari beristirahat. Sekitar jam 7 pagi listrik-pun hidup dan saya kembali melanjutkan perjalanan. Selama dalam perjalanan, banyak hal yang tak terlupakan.








Setelah dapat penginapan dan beristirahat, saya dan teman-teman ingin ke Pulau Peucang dengan menyewa perahu nelayan setempat. Sayang cuaca tidak memungkinkan. Akhirnya kami hanya bisa ke pulau terdekat yaitu Pulau Badul, pulau yang hanya sebesar kurang lebih satu lapangan bola ini menawarkan pemandangan laut yang sangat luar biasa, mulai dari hamparan pasir putih yang dikelilingi oleh air laut yang sangat jernih berwarna hijau kebiruan sampai dengan pemandangan bawah laut nya (underwater) yang indah yang banyak dihuni oleh terumbu karang yang cantik dan berbagai jenis ikan-ikan laut yang unik. Dan lagi-lagi sial! karena tidak ada persiapan, peralatan snorkeling dan kamera underwater kami ketinggalan, yang terbawa hanya pelampung *menyedihkan! Beruntung kami bisa menyewa peralatan snorkeling di penginapan, itupun hanya dua. Alhasil, dua buah peralatan dipakai bersama.











Karena belum sempat ke Pulau Peucang, saya masih penasaraaaaaaaaan!!



Ada beberapa kewajiban dan larangan bagi wisatawan yang hendak berkunjung ke Taman Nasional Ujung Kulon. Sebelum berkunjung ke taman nasional ini, konfirmasikan dulu rencana kedatangan Anda ke Pusat Kunjungan Balai Taman Nasional Ujung Kulon di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 51 Labuan dengan nomor telepon (0253) 804681 atau 801731.
Selain sebagai laporan, langkah ini penting untuk memastikan masih adanya kamar di penginapan kawasan taman nasional agar pengunjung tidak kerepotan mencari tempat bermalam.
Konfirmasi ini juga berguna agar ada kesiapan dari pemandu yang akan mendampingi, baik dari petugas taman nasional maupun pemandu dan portir yang telah ditunjuk Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Sebelum melakukan perjalanan lebih lanjut, jangan lupa menanyakan detail apa saja yang harus dipersiapkan dan dibawa selama berkunjung ke taman nasional tersebut.
Ketika masuk ke kawasan TNUK, seperti halnya di tempat wisata lainnya, setiap pengunjung dipungut biaya tiket masuk sebesar Rp 2.500 per orang untuk warga Indonesia dan Rp 20.000 per orang untuk warga negara asing serta biaya asuransi Rp 3.000.
Selain itu, tiket masuk untuk kendaraan air besarannya bervariasi antara Rp 50.000 dan Rp 100.000 per kapal motor sesuai kekuatan mesin. Kedua pungutan ini merupakan bagian dari penerimaan negara bukan pajak.



Larangan


  • Mengingat Ujung Kulon berstatus sebagai taman nasional yang harus dijaga keaslian dan kelestariannya, pengunjung harus maklum dengan seabrek larangan yang harus dipatuhi. Hal itu, misalnya, larangan membawa senjata api, binatang peliharaan, benih tanaman, dan bahan kimia.
  • Saat berkunjung ke TNUK ditabukan untuk berburu, menangkap, menebang, memotong, membawa, serta memiliki binatang, tumbuhan, dan biota laut serta bagian-bagiannya, baik dalam keadaan hidup maupun mati yang didapat dari kawasan taman nasional tersebut.
  • Aksi vandalisme pada tumbuhan, batu, dan bangunan pun dilarang. Selain itu, pantang bagi pengunjung untuk membuang sampah yang dapat mencemari lingkungan dan menyalakan api yang bisa menimbulkan kebakaran hutan.
  • Para wisatawan yang berkunjung ke taman nasional jangan lupa mempersiapkan keperluan pribadi demi keselamatan, misalnya, obat-obatan ringan maupun obat pribadi serta losion antinyamuk. Jangan lupa membawa jaket, jas hujan, dan barang-barang personal lainnya.
  • Ketika masuk ke kawasan TNUK, pengunjung disarankan mengenakan baju atau kaus lengan panjang dan sepatu lars sebatas lutut untuk menghindari goresan duri rotan yang banyak tumbuh di hutan.
  • Untuk mencegah menempelnya lintah atau pacet di kaki, pengunjung disarankan juga mengenakan kaus kaki tebal. Ujung celana panjang dimasukkan ke dalam kaus kaki tersebut agar tidak memberi ruang terbuka masuknya lintah atau binatang kecil lainnya.




Dieng Plateau.. Yii Haaaa..!

Semula hanya angan-angan belaka bisa menginjak dataran tinggi nomor 2 di dunia, tapi berhubung saya punya kesempatan dan waktu, kenapa tidak? Setelah mencari info sana-sini, akhirnya dengan bermodal nekat sayapun backpacking menuju Dieng pada akhir November 2011 lalu. Dieeeeeeeng, I'm comiiiiiiiing...!
Setelah dapat info, ternyata ada dua akses mudah menuju Dataran Tinggi Dieng.

  • Dari Semarang: di Terminal antar kota Terboyo, Semarang - Purwokerto melalui Wonosobo. Jarak sekitar 120km dengan waktu tempuh kira-kira 3,5jam. Rutenya adalah: Semarang - Ungaran - Bawen - Ambarawa - Secang - Temanggung - Parakan - Kertek - Wonosobo
  • Dari Yogyakarta: di Terminal Umbulharjo, atau terminal Jombor, naik bus jurusan Magelang dan turun di terminal antar kota Magelang, baru ke Wonosobo. Total jarak kira-kira 120km dengan waktu tempuh 3,5jam. Jalurnya adalah, Yogyakarta - Sleman - Tempel - Muntilan - Magelang 
Berhubung saya start dari Bandung, saya memilih jalur via Yogyakarta, berikut penjabarannya:
-. Stasiun Kiara Condong (ekonomi), Bandung - Lempuyangan, Yogyakarta = Rp. 24.000,-
-. Malioboro - Terminal Umbulharjo = Rp. 3.000,-
-. Terminal Umbulharjo - Terminal Magelang = Rp. 8.000,-
-. Terminal Magelang - Terminal Wonosobo = Rp. 15.000,-
-. Terminal Wonosobo - Kota Wonosobo = Rp. 2.000,-
-. Kota Wonosobo - Dieng = Rp. 10.000,-

Dieng Plateau?? Oh my God!! Berawal dari perbincangan ringan, dan saya berpikir tidak akan berangkat dalam waktu dekat. Berhubung saya sedang menyelesaikan studi saya sebagai mekanik bikin motor kencang..hehehe. Entah setan apa yang merasuki teman saya, pada saat saya sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan diri untuk ujian akhir, tanpa hentinya dia membisikkan kalimat setan untuk jalan-jalan.

Setelah ujian selesai, waktunya saya untuk balas dendam. Dalam perjalanan bus dari Depok menuju Bandung, via telepon tanpa basa-basi saya mengajak dia untuk berangkat langsung besok paginya. Dan lagi-lagi tanpa rencana dan persiapan yang matang, buta peta, dan minim informasi, kami memberanikan diri untuk pergi. Apapun resikonya, ditanggung berdua *udah kayak orang laki-bini aja hahaha

Sesampai di Bandung, langsung packing lagi, pergi ke stasiun untuk mengantri tiket. Untungnya tiket kami dapatkan tanpa harus mengantri lama. Dengan kereta api ekonomi jurusan Bandung - Jogjakarta kami memulai perjalanan. Paginya sesampai di Jogja tanpa berlama-lama, kami berdua langsung menuju terminal Umbulharjo Jogja dengan angkutan umum. Sesampai di Terminal Umbulharjo, kami menyambung bus menuju Terminal Magelang... Dan perjalananpun masih jauh.

Yap, Magelang..... Setelah sampai di terminal Magelang, kami naik bis kecil menuju Kota Wonosobo.. dari Magelang menuju Wonosobo kira-kira butuh waktu 3 jam. Belum kelar sampai disitu, kami harus naik angkutan umum sejenis angdes dari Terminal Wonosobo menuju Kota Wonosobo.. Hufh! Capek yang luar biasa. Tapi apaboleh buat, semangat 45' dengan jiwa pantang menyerah harus kami tanamkan untuk mencapai tujuan yang diimpikan *halah. Setelah kami sampai di Kota Wonosobo.. sedikit lagi kami sampai di dataran tinggi nomor 2 tertinggi di dunia setelah Tibet tentunya.. DIENG!!!

Rasa syukur tak henti-hentinya... Akhirnya, kira-kira jam 5 sore kami sampai ditempat tujuan. Disambut oleh hujan, sayapun khawatir tidak bisa menikmati keindahannya karena faktor cuaca. Tapi saya yakin, Tuhan lebih mendengarkan do'a makhluknya ketika hujan turun. Tanpa berlama-lama, kami memutuskan untuk mencari penginapan. Syukurlah tak jauh dari tempat kami makan ada sebuah penginapan. Dengan tarif 50 ribu untuk dua orang per malamnya, saya rasa cukup untuk kualitas dan kenyamanan yang diberikan.

Karena kelelahan, sayapun tumbang tertidur pulas. Entah kenapa, kira-kira pukul 9 malam saya terbangun, dan sayapun membangunkan teman saya. Karena dingin, kamipun berniat ke warung untuk membeli kopi hangat sebagai teman menikmati malam. Perkiraan saya salah, Dieng bukan Bandung, sepi... Dari penginapan kamipun berjalan kaki sekitar 1 kilometer untuk membeli kopi, lucunya belinya gak di warung..tapi di warnet. Hahaha

Sambil menyelam minum air, sambil minum kopi bisa browsing. Ya, sayapun langsung mencari infrmasi objek wisata yang ada di kawasan Dieng dan sekitarnya. Dan ternyata, letaknya berjauhan... Alhasil kami disarankan untuk menyewa kendaraan oleh pemilik warnet. Untunglah, si pemilik warnet mau menyewakan kendaraannya untuk kami berdua.

Paginya, sekitar pukul 4 kami memulai perjalanan.. Dimulai dari perburuan kami mengejar si "Sunrise" menuju bukit Sikunir. Sepertinya kami kurang beruntung, sang mentari-pun malu menampakkan dirinya.. Alhasil kami hanya menikmati lukisan Tuhan yang luar biasa menakjubkan. Jika diceritakan satu-persatu, cukup panjang juga ya? Bagaimana kalau saya tampilkan gambarnya aja? Setidaknya untuk mengobati rasa kecewa pemirsa hahahahahaa









Masih banyak lukisan Tuhan yang tidak bisa saya tampilkan. Setidaknya kita yakin kalau Dieng diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum. Untuk lebih lengkapnya >>> http://id.wikipedia.org/wiki/Dieng