Berpuasa di Bromo = ?

Selama di Pare, saya menyempatkan diri mengunjungi salah satu objek wisata yang cukup terkenal di Jawa Timur. Yang menariknya, Bromo merupakan salah satu gunung berapi yang masih aktif. Pada awalnya bermula dari rasa jenuh, saya mengajak teman satu kost-an di Pare untuk main ke Malang. Berhubung teman satu les ada yang berdomisili di Malang, akhirnya saya dan teman-teman berangkat. Sesampai di Malang sebenarnya kami tidak ada rencana sama sekali. Tapi gara-gara celetukan salah satu teman, rasa penasaran-pun lagi-lagi muncul. "Di Malang ada apa?" saya dan teman-teman bingung mau kemana, ada yang maunya ke Pulau Sempu, ada yang mau ke gunung. Setelah berunding, akhirnya kami memutuskan untuk ke Bromo.

Kesana naik apa? Kamipun bingung lantaran buta informasi. Akhirnya, hasil perundingan memutuskan untuk rental mobil, ini dikarenakan kita semua minim persiapan. Satu masalah lagi timbul, biasa....masalah klasik. Duit! Uang yang ada dikantong-pun pas-pasan. Tanpa pikir panjang, kamipun sepakat untuk bermalam di mobil. 

Berangkat habis Dzuhur dari Malang menuju Pasuruan, memakan waktu perjalanan kurang lebih 4 jam, sengaja memilih rute ke Pasuruan menuju Penanjakan karena jalannya lebih bagus (kan lagi puasa..hehehe). Kira-kira pukul 5 kamipun sampai ditempat yang dituju. Tapi ada satu keanehan yang saya lihat sesampai disana. Berhubung saya beragama Islam (*maaf, bukan maksud apa-apa) saya melihat kejanggalan, saya tidak melihat Masjid, kalaupun ada itu jauh. Dan juga saya melihat, mulai dari anak kecil sampai orang tua tidak ada yang berpuasa. Loh, mengapa??? Ini kan bulan puasaaa? 

Akhirnya rasa penasaran ingin bertanya semakin besar. Sesampai saya ditujuan, saya sengaja mampir di warung untuk sekedar ngobrol dan bertanya-tanya pada masyrakat setempat. Setidaknya dapat menjawab rasa penasaran dan merasakan berbaur dengan masyarakat setempat. "Kami disini mayoritas beragama Hindu mas!" jawab salah seorang pemuda setempat. 

Tapi yang membuat saya kagum lanjutan dari perkataannya "Tapi mas tenang aja, kalau mas-nya puasa nanti kami kasih tau waktu berbuka dan waktu shalat-nya...Soalnya disini masjid jauh mas." Akhirnya rasa penasaran saya terjawab. Ternyata masyarakat suku Tengger sebagai penduduk asli daerah Gunung Bromo beragama Hindu. 

Waaaah.... Alangkah bersyukurnya saya hidup dan tumbuh besar di negeri ini. 


Dan menurut informasi yang saya dapat, area Taman Nasional Bromo ini mencakup 50.273.30 hectare dataran tinggi yang dipenuhi dengan pegunungan dan hutan yang subur. Kawasan taman nasional ini terbagi dalam 4 kabupaten yaitu : Malang,Pasuruan,Probolinggo,Lumajang. Jadi akses masuk bisa di temukan dari 4 kabupaten tersebut.
Letaknya di antara 1000-3676 M diatas permukaan laut (asl = above sea level). Temperature berkisar antara 3 - 20 derajat Celcius. Yaaah..cukuplah untuk membuat tubuh saya membeku. 


Haripun semakin malam, tawa canda, keramah-tamahan, dan sapa hangat penduduk setempat membuat saya larut dan menghangatkan dinginnya malam. Waktu sahurpun tiba, saya dan teman-teman berniat untuk berpuasa sebelum melanjutkan perjalanan menuju Gunung Bromo untuk berburu sunrise. Setelah makan sahur selesai, saya dan teman-teman menyewa kendaraan masyarakat setempat menuju Bromo, jika orang kebanyakan menaiki jeep, saya dan teman-teman menyewa motor. Kebayangkan serunya bawa motor di lintasan pasir? Tiga kali jatuh, itu masih untung! hahahaha












Sayangnya saya keburu balik... padahal lusanya ada upacara Kasodo. Bagi suku Tengger, Gunung Brahma (Bromo) dipercaya sebagai gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara yakni Pura Luhur Poten Bromo dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.

Tapi gapapa, walaupun tidak bisa menikmati dan melihat secara langsung prosesi upacara, saya cukup bahagia karena ada yang jauh lebih berarti. Pertama, saya bisa berpuasa dan berbuka di Bromo. Kedua, saya merasakan berbaur denga masyarakat suku Tengger sesungguhnya dan bercanda sepanjang malam.... Ahh... INDONESIA!!!!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar